Keramat Hati: Sosiologi Dakwah I

Sosiologi Dakwah I



Oleh: Ahmad Sarbini

Perlunya Kajian Sosiologi Dakwah
  1.             Sasaran utama gerakan dakwah adalah manusia, baik dalam kedudukannya sebagai individu atau sebagai komunitas sosial (masyarakat). Manusia adalah suatu fakta yang paling sulit untuk dimengerti. Di satu sisi ia mempunyai karakter yang sangat individual dan di sisi lain ia juga memiliki karakter sosial. Di satu pihak ia menghayati dirinya sebagai pusat segala tindakan, tapi di lain pihak ia berpikir dan bertindak mengacu pada pola budaya dan sistem sosial tertentu yang memberi makna dan arah kepada tindakan-tindakannya. Rumitnya kajian tentang manusia ini disebabkan oleh kenyataan bahwa tiap-tiap individu adalah satu dan banyak sekaligus. Manusia adalah persilangan antara individualitas dan sosialitas yang satu sama lain saling mengisi dan meresapi. Sosiologi dakwah ingin mengantarkan kepada pemahaman mengenai fakta-fakta masyarakat manusia secara tepat dan mendalam.
2.                  Untuk akurasi pemetaan dan pengolahan sasaran dakwah, diperlukan analisis medan dakwah yang tepat. Analisis medan dakwah merupakan bagian yang amat penting dalam semua bentuk aktivitas dakwah. Sebab, dakwah tidak hanya membutuhkan perencanaan yang matang atau kebijakan yang cerdas, tapi juga memerlukan pengolahan dan pemahaman medan dakwah secara matang dan objektif untuk mampu melahirkan efek tertentu di masyarakat yang sesuai dengan tuntutan visi dan misi dakwah. Analisis medan dakwah merupakan salah satu dari empat strategi dakwah Islam, tiga lainnya adalah analisis da’i (pelaku dakwah), analisis pesan dakwah,  dan analisis cara melakukan (metodologi) dakwah. Sosiologi dakwah membantu memahami ragam strata yang terdapat pada masyarakat manusia dalam berbagai seginya yang sangat penting artinya bagi akurasi pemetaan dan pengolahan sasaran dakwah.

3.                  Fakta-fakta yang terkait dengan berbagai aspek masyarakat manusia menjadi sumber inspirasi dan metodologi gerakan dakwah. Konsep dan model dakwah baru yang segar tidak jarang lahir dari hasil pengamatan mengenai ragam fenomena yang terjadi di masyarakat. Ringkasnya, inspirasi dan metodologi gerakan dakwah tidak dapat dipisahkan dari ragam fenomena yang berkembang (terjadi) di masyarakat. Dalam kaitan ini, sosiologi dakwah menjadi salah satu sumber informasi mengenai berbagai hal yang terjadi (berkembang) di masyarakat yang menginpirasi lahirnya konsep-konsep dan model-model dakwah baru.


4.      Gerakan dakwah yang berkembang belum berpijak pada pemahaman kondisi sosial yang memadai. Diantara indikasinya:
a.      Tema-tema dakwah yang disajikan banyak yang kehilangan relevansi dengan isu-isu, masalah-masalah, dan kebutuhan yang berkembang di masyarakat. Tema-tema dakwah yang disajikan cenderung terlalu berorientasi pada persoalan-persoalan eskatologis (persoalan keakhiratan). Sementara bagaimana membangun kehidupan di dunia yang bahagia dan sejahtera kurang mendapat tekanan yang serius. Sehingga, amat wajar bila isu-isu besar seperti: kekerasan, teorisme (yang oleh Barat selalu dikaitkan dengan Islam), perdamaian global, hak asasi manusia, pornografi, korupsi, perusakan lingkungan, perdagangan manusia, dan lain-lain, nyaris tak terbahas secara mendalam (Amrullah Ahmad).

b.            Masyarakat tidak dijadikan sebagai sasaran utama pemberdayaan melalui upaya penyadaran agar mereka mau mengkaji, berpikir, dan bertindak. Dalam ragam perhelatan dakwah, masyarakat cenderung menjadi objek yang pasif. Masyarakat dipandang sebagai wadah kosong yang harus diisi dengan keyakinan dan nilai-nilai moral. Da’i berbicara, hadirin mendengarkan. Da’i berpikir, hadirin dipikirkan. Da’i mengatur, hadirin diatur, dan seterusnya. Dalam situasi dakwah seperti itu, masyarakat tidak dibangkitkan dan ditumbuhkan minatnya untuk mengembangkan kreativitas, berpikir kritis, dan menata ulang kehidupannya untuk menuju ke arah yang lebih baik (Yudi Latif).


c.             Juga tidak jarang perhelatan dakwah yang berkembang di masyarakat keberhasilannya diukur oleh kuantitas jumlah pengunjung, sementara  bagaimana perkembangan masyarakat selanjutnya sebagai sasaran utama dakwah jarang dipikirkan. Malah proses dakwah yang berkembang cenderung lebih banyak “menguntungkan” para da’i ketimbang masyarakat yang diserunya. Misalnya, betapa banyak da’i yang dilambungkan status sosial, ekonomi, atau politiknya setelah laris “dipakai” berbagai majelis taklim. Namun tidak demikian halnya dengan kondisi masyarakat yang diserunya, keadaan mereka tetap memprihatinkan. Sehingga proses dakwah hanya melahirkan struktur masyarakat baru dimana para da’i menjadi elite sementara masyarakat tetap berada di struktur bawah, miskin dan terpinggirkan. Bila etos dakwah yang berkembang di masyarakat masih terus seperti ini, maka tidak mustahil umat Islam akan kehilangan kreativitas, budaya berpikir kritis, dan kegairahan bertindak dalam kehidupannya di masyarakat (Yudi Latif).

d.            Singkatnya, gerakan dakwah yang sekarang berkembang belum mampu secara optimal membangkitkan dan menumbuhkan minat masyarakat untuk mengkaji, berpikir kritis, dan mengembangkan kreativitas. Malah yang memprihatinkan, dalam melihat berbagai ketertinggalan di kalangan umat Islam, para pelaku dakwah tidak jarang hanya sebatas mampu menyalahkan kebodohan, mengkambinghitamkan kemiskinan, mengecam dan menserapahi kemaksiatan, atau melakukan tindakan-tindakan anarkhis dengan dalih memberantas kemungkaran, tanpa melakukan aksi-aksi berarti untuk mendorong masyarakat sehingga mereka mau dan mampu mengubah keadaannya sendiri.

e.      Sejatinya, tradisi dakwah yang dikembangkan harus mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat, dimana masyarakat lebih diposisikan sebagai subjek, sementara da’i hanya sebatas fasilitator perubahan.


Ø                      Masyarakat diberi ruang kebebasan untuk mengubah keadaannya sendiri. Masyarakat dibangun kesadarannya bahwa sesungguhnya semua anggota masyarakat adalah da’i bagi dirinya sendiri, yang tak mungkin terjadi perubahan berarti bila ia tidak mau mengubah apa yang ada pada dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan (nasib) suatu kaum sebelum mereka mau mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra’du, 13 : 11)

Ø                     Forum-forum dakwah mesti diorientasikan menjadi sebuah sarana dialog untuk membangkitkan potensi masyarakat sebagai makhluk kreatif,  memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyatakan pandangannya, merencanakan dan mengevaluasi perubahan sosial yang mereka kehendaki, sehingga terbangun  kesadaran bahwa mereka diciptakan Allah untuk berkemampuan mengelola diri dan lingkungannya dengan kekuatan yang mereka miliki sendiri. Dengan begitu esensi dakwah justru tidak mencoba mengubah masyarakat, tapi menciptakan suatu ruang, peluang, atau kesempatan sehingga masyarakat akan mengubah dirinya sendiri (Yudi Latif). 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Copyright © Keramat Hati Urang-kurai