IBNU SINA (part 1)
Riwayat Hidup
Nama lengkap ibnu sina adalah Abu `Ali
al-Husain ibnu `Abdillah ibn Hasan ibnu `Ali Sina. Di Eropa (dunia Barat) ibnu
sina lebih dikenal dengan sebutan akibat
terjadinya metamorphose Yahudi- Spanyol-Latin. Dari bahasa Spanyol kata Ibnu
untuk ibnu sina diucapkan Aben atau Even. Terjadinya perubahan ini berawal dari
usaha penerjemahan naskah-naskah Arab ke dalam bahasa Latin pada pertengahan
abad kedua belas di Spanyol. Ibnu sina
dilahirkan pada tahun 370 H / 980 M di Afshana, sebuah kota kecil dekat Bukhara,
sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari Persia), dan wafat pada jum`at pertama
Ramadhan tahun 428 H/1037 M dalam usia 57 tahun, jasad ibnu sina dikebumikan di
Hamadzan (Tehran).
Ayah ibnu sina bernama Abdullah dari
Balkh merupakan seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari Balkh Khurasan,
pada saat kelahiran putranya yaitu ibnu sina, ayah ibnu sina menjabat sebagai
gubernur suatu daerah di salah satu pemukiman Nuh Ibnu Mansur, sekarang wilayah
Afghanistan (Persia). Ibu ibnu sina/ bernama Satarah berasal dari daerah
Afshana.
Nama ibnu sina semakin terkenal ketika
ibnu sina mampu menyembuhkan penyakit Raja Bukhara bernama Nuh ibn Manshur,
saat itu umur ibnu sina baru 17 tahun. Sebagai penghargaan, raja meminta ibnu
sina menetap di Istana selama sang raja dalam proses penyembuhan. Namun ibnu
sina menolaknya dengan halus, sebagai imbalannya beliau (ibnu sina) hanya
meminta izin untuk menggunakan perpustakaan kerajaan terdapat didalamnya
buku-buku, buku tersebut sulit didapatkan.
Hal itu dimanfaatkan ibnu sina untuk
membaca, mencari berbagai referensi dasar untuk menambah ilmunya agar lebih
luas berkembang. Kemampuan ibnu sina dengan cepat menyerap berbagai cabang ilmu
pengetahuan membuatnya menguasai berbagai materi intelektual dari perpustakaan
kerajaan. Karena kejeniusannya itu, ibnu sina mendapatkan gelar ilmiah, diantaranya Syaikh Ra`is serta Galenos Arab.
Gelar tersebut diraih oleh ibnu sina ketika umurnya masih remaja.
Setelah ayah ibnu sina meninggal saat
beliau/ibnu sina berusia 22 tahun, beliau (ibnu sina) hijrah ke Jurjan, suatu
kota di dekat laut kaspia, di sanalah ia (ibnu sina) mulai menulis
ensiklopedianya tentang ilmu kedokteran kemudian terkenal dengan nama al-Qanun
fi al-tibb (the Qanun). Kemudian ibnu sina pindah ke Ray, kota di sebelah
Taheran, selanjutnya /ibnu sina bekerja kepada Ratu Sayyedah dan anaknya Majd
al-Dawlah. Kemudian Sultan Syams al-Dawlah penguasa di Hamdan (di bahagian
Barat dari Iran) mengangkat ibnu sina menjadi Menterinya. Kemudian ibnu sina
Hijrah ke Isfahan, ibnu sina meninggal dunia sebab sakit yang diderita ibnu
sina yaitu penyakit disentri pada pada tahun 428 Hijrah bersamaan dengan tahun
103 Masehi di Hamazan ( sekarang wilayah Iran).
Pendidikan Ibnu Sina
Ibnu Sina memulai pendidikannya pada usia
lima tahun di kota kelahirannya, Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali yang
dia pelajari adalah membaca al-Qur’an, setelah itu ia melanjutkan dengan
mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqih, Ushuluddin dan lain
sebagainya, berkat ketekunan dan kecerdasannya, beliau berhasil menghapal
al-Quran dan menguasai berbagai cabang ilmu-ilmu agama tersebut pada usia yang
belum genap sepuluh tahun. Dalam bidang Pendidikan lain, beliau juga
mempelajari beberapa disiplin ilmu diantaranya Matematika, logika, fisika,
kedokteran, Astronomi, Hukum, dan sebagainya.
Dengan kecerdasan yang beliau miliki,
beliau banyak mempelajari filsafat dan cabang - cabangnya, kesungguhan yang
cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun pada saat
ia menyelami ilmu metafisika nya Arisstoteles, beliau mengalami kesulitan
kendati sudah berulang-ulang membacanya bahkan beliau menghafalnya, tetap saja
beliau belum dapat memahami isinya. setelah ia membaca karya Al-Farabi dalam
buku risalahnya, barulah Ibnu Sina dapat memahami ilmu metafisika dengan baik.
Secara tidak langsung Ibnu Sina telah berguru kepada al-Farabi, bahkan dalam
otobiografinya disebutkan mengenai utang budinya kepada Al-Farabi.
Pada usia 16 tahun beliau mulai dikenal
sebagai ahli pengobatan, dan sudah benar-benar dikenal pada saat beliau berumur
17 tahun dengan pembuktian bahwa beliau telah berhasil menyembuhkan penyakit
yang diderita sultan Samani Nuh Ibn Mansur. Untuk menambah ilmunya, beliau juga
banyak menghabiskan sebahagian waktunya dengan membaca serta membahas buku-buku
yang beliau anggap penting di perpustakaan kerajaan Nuh ibnu Manshur yang
bernama kutub Khana, di sinilah beliau melepaskan dahaga belajarnya siang malam
sehingga semua ilmu pengetahuan dapat dikuasainya dengan baik.
Guru-Guru Ibnu Sina
Di samping belajar secara otodidak, Ibnu
Sina juga menyerap berbagai ilmu dari beberapa orang Guru, antara lain Abu
Bakar Ahmad bin Muhammad al-Barqi al-Khawarizmi untuk ilmu bahasa, Ismail
al-Zahid untuk ilmu fiqih, Abu Sahl al-Masihi serta Abu Manshur al-Hasan bin Nuh
untuk ilmu kedokteran. Beliau/ibnu sina juga belajar Aritmatika dari `Ali
Natili seorang sufi ismaili berkebangsaaan India.
Metode Ilmiah Ibnu Sina
Ibnu Sina merupakan Filosof besar Islam
yang berhasil membangun system filsafat lengkap dan terperinci, suatu system
telah mendominasi tradisi filsafat Muslim beberapa abad. Pengaruh ini terwujud
bukan hanya karena ibnu sina memiliki system, tetapi karena system yang
dimilikinya menampakan keaslian juga menunjukkan jiwa yang jenius dalam
menentukan metode–metode serta diperlukan untuk merumuskan kembali pemikiran
rasional murni dan tradisi intelektual ibnu sina atau untuk mewarisi dan dalam system keagamaan
Islam. Diantara metode – metode dari
pemikiran ibnu sina paling populer adalah:
Ø Bidang kedokteran yaitu Penyakit T.B.C
juga Chronis
Mengenai penyakit-penyakit berbahaya
sangat mengganggu manusia zaman modern ini, sudah ditemukan dan sudah dicarikan
pengobatannya oleh Ibnu sina pada seribu tahun lalu. Desmond Stewart
menyebutkan penemuan-penemuan baru Ibnu Sina tentang menularnya penyakit T.B.C
dan bisa membahayakan kesehatan manusia saat ini, begitu juga dengan penyakit
Chrionis.
Di dalam bukunya “ Early Islam”, Stewart
menerangkan : “ Ibnu Sina is Now credited with such personal contributions
as recognizing the contagious nature of tuberculosis and describing certain
skin diseases and psychological disorders. Among the latter was love sickness,
the effects of which were described as loss of weight and strength, fever and
various chronic ailments. The cure was quite simple, once the diagnosis was
made to have the sufferer united with the one he or she was pining for. Ibnu
Sina also observed that certain diseases can be spread by water and soil, and
advanced view for his time. Outside the realm of pure medicine, he invented a
saclike precision device that helped to improve the accuracy of instruments
used for measuring angles and short lengths. He also made many investigations
in the realm of physics, helping to lay the foundations of experimental science
that was to develop in the 16th and 17th centuries”.
Makna: “sekarang Ibnu Sina meninggalkan
saham-saham pribadi mengenai pengakuan sifat menular dari penyakit T.B.C,
selain itu ibnu sina menulis tentang cara mengobati penyakit-penyakit kulit dan
penyakit gangguan jiwa. Diantara penyakit terakhir ini, ibnu sina telah
menemukan sakit cinta (love sicknes), akibat hilangnya keseimbangan serta
penjagaan diri, begitu juga dengan sakit demam panas juga penyakit-penyakit
chronis. Pengobatannya sangat sederhana, yaitu setelah dilakukan pemeriksaan,
maka si penderita dapat dipertemukan dengan orang yang dirinduinya, dari pria
juga wanita”.
Pengaruh Ibnu Sina
Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina
seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju
pada dunia Islam tetapi juga merambah ke Eropa. Kontribusi ibnu sina terhadap
pemikiran dan ilmu pengetahuan amatlah besar, diakui berpengaruh signifikan
kepada para ilmuwan, pemikir dan filusuf generasi-generasi sesudahnya. Berkat
prestasinya dalam ilmu medis, ibnu sina memperoleh julukan “Father of Doctors”
(Bapak Para Dokter). Natsir Arsyad menyebutkan bahwa dokter kawakan ibnu sina
pernah dijuluki sebagai Medicorum Principal atau “Raja Diraja Dokter”, oleh
kaum Latin Skolastik. Julukan lain pernah diberikan kepada ibnu sina, misalnya,
adalah “Raja Obat”. Dalam dunia Islam sendiri, ia/ibnu sina dianggap sebagai
zenith, puncak tertinggi dalam ilmu kedokteran.
George Sarton, menyatakan bahwa prestasi
medis Ibnu Sina sedemikian lengkap sehingga mengecilkan sumbangan lainnya dari
seluruh dunia, seolah-olah mereka hanya membuat penemuan lebih kecil, dan
sementara itu penyelidikan orisinal menyusut beberapa abad setelah masa ibnu
sina. Sarton juga menguraikan pengaruh Ibnu Sina sangat besar terhadap ruang
lingkup juga perkembangan ilmu kedokteran Barat. Karya ilmiah (textbook) ibnu
sina merupakan referensi dasar utama ilmu medis di Eropa dalam periode
waktu lebih panjang dari buku-buku
lainnya .
Sepertinya kontribusi terpenting dari ibnu
sina dan diwariskan ibnu sina kepada dunia kedokteran adalah dalam ilmu
medisnya, yaitu Qanun fi al-Thibb (Canon of Medicine, Konstitusi Ilmu
Kedokteran). Seyyed Hossein Nasr menyebutkan bahwa karya besar Qanun itu adalah
karya paling banyak dibaca juga besar pengaruhnya pada ilmu medis Islam dan
Eropa. Karya besar ini merupakan satu dari buku yang paling sering dicetak di
Eropa pada masa Renaisans dalam terjemahan Latinnya oleh Gerard dari Cremona.
Buku teks standar ini terdiri dari lima bagian pokok: prinsip-prinsip umum,
obat-obatan, penyakit organ-organ tertentu, penyakit lokal bertendensi menjalar
memulai pendidikannya pada usia lima tahun di kota kelahirannya, Bukhara.
Pengetahuan yang pertama kali yang dia pelajari adalah membaca al-Qur ke seluruh
tubuh, seumpama demam, dan obat-obatan majemuk.
Arsyad juga menyebutkan bahwa buku Qanun
ibnu sina sejak zaman dinasti Han di Cina telah menjadi buku standar
karya-karya medis Cina. Pada Abad Pertengahan, sejumlah besar karya ibnu sina
telah diterjemahkan dalam bahasa Latin dan Hebrew, karya ibnu sina dalam bidang
bahasa tersebut merupakan bahasa-bahasa pengantar ilmu pengetahuan masa itu.
Di bidang filsafat, ibnu sina dianggap
sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. ibnu sina
otodidak, genius orisinil bukan hanya dunia Islam menyanjungnya, ia/ibnu sina
memang merupakan satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, bukan
pinjaman sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad
Pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islam -nya Alfred Gullaume; “Sebagian
besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi pengaruh di Barat,
karena kitabnya tersembunyi entah dimana,kendatipun ada, sangat sukar sekali
didapatnya dan sangat susah dipahami dan digemari orang karena
peperangan-peperangan yang meraja lela di sebelah Timur, sampai saatnya ibnu
sina dan Ibnu Rusyd dan juga pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah
Aristoteles disertai dengan penerangan dan keterangan yang luas.
Selain kepandaiannya sebagai filosof dan
dokter, ibnu sina pun penyair. Ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa,
kedokteran dan kimia ada ditulisnya dalam bentuk syair, dapat ditemukan melalui
buku-buku dikarangnya untuk ilmu logika dengan syair. Kebanyakan buku-bukunya
telah disalin kedalam bahasa Latin. Ketika orang-orang Eropa diabad tengah,
mulai mempergunakan buku-buku itu sebagai textbook, di berbagai universitas.
Oleh karena itu nama ibnu sina dalam abad pertengahan di Eropa sangat
berpengaruh. Dalam dunia Islam kitab-kitab Ibnu Sina terkenal, bukan saja
karena kepadatan ilmunya, akan tetapi karena bahasanya baik diiringi caranya
menulis sangat terang. Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga menulis
dalam bahasa Persia. Buku -bukunya dalam bahasa Persia, telah diterbitkan di
Teheran dalam tahun 1954.
Dapat disimpulkan bahwa begitu besarnya
pengaruh dari Ibnu Sina mengenai pemikiran yang beliau/ibnu sina tuangkan
kepada kita. Ide-ide cemerlang dari ibnu sina memberikan dampak signifikan
dalam ilmu pengetahuan, untuk itulah mari kita memperbanyak syukur karena kita
dapat mengetahui ilmu-ilmu dari Ibnu Sina melalui karya-karyanya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan